Pages

priBotTab2

Senin, 10 Desember 2012

Intermezzo : Dialog Dengan Cermin

Sebuah cermin berbicara pada figur di hadapannya. Sore itu, senja hampir saja pergi.
Cermin : Hei siapa kamu?
Figur    : Aku adalah kamu, siapa lagi :)
Cermin : Lalu, siapa kita?
Figur    : Abdullah, Abdi RabbNya... khilafatul fil ardh..
Figur tersenyum tulus. Wajahnya antusias, pupil di matanya membesar.
Cermin : Begitu?
Figur    : Mengapa wajahmu muram begitu?
Cermin : Sepertinya kita tidak sehebat itu, kok ya...
Figur    : Kalau gitu menurut kamu, kita itu siapa...?
Cermin : Kamu benar pada satu hal, tapi masih kurang pada hal yang lain.
Figur    : Punya pendapat lain ?
Si Figur bertanya, masih dengan senyum khasnya yang menyejukkan.
Hening untuk sekian lama.
Akhirnya, bayangan di cermin tersenyum seraya berkata pada Tuannya.
Cermin : Andaikata tarbiyah tidak mengenal kita. Maka kita, hanya seonggok daging berjalan yang tak kenal Rabb-Nya. Andaikan hidayah itu lewat begitu saja, tanpa kesungguhan kita. Maka kecil sekali nilai kita di mataNya. Andaikata dosa itu berbau, maka tak ada yang tahan duduk berlama-lama dengan kita.
Kita bahkan tak mampu menyentuh ujung jari kaki kita sendiri, kita rapuh, dan bisa jatuh kapan saja.
Kunci pintu surga, kata mereka, sudah ada pada kita.Tapi kita tau, gigi-gigi kuncinya masih belum sempurna, masih tanggal di mana-mana. Kita bukan Qurrota A'yun, perjuangan menujunya masih jauh, berduri, mendaki dan panjang. kita bukan Huurun'iin..tidak ada bidadari manapun yang cemburu pada kita. Di mata manusia saja, kita sering tak berguna, apa lagi dimataNya? menangislah duhai jiwa.Seperti Utsman yang bergetar ketika "kubur" itu disebut. Seperti Abdurrahman bin Mas'ud yang menangisi kelebihan Mush'ab bin Umair dibandingkan dirinya. Seperti Ali bin Abi Thalib yang menangisi beratnya kekhalifahan itu di pundaknya. Mereka, yang telah dijamin surga dan tidak menginginkan dunia! Kita meminta surga, tapi tetap berani membangun amal-amal neraka. Kita buat rencana, banyak rencana, untuk kebaikan kita sendiri, untuk kemudahan kita sendiri. Lalu adakah Allah biarkan itu terjadi? Tidak, dia menggantinya! menggantinya dengan  pengganti yang lebih baik, menurutNya! Bukan menurut kita! Kita tak punya pilihan, selain tunduk pada IradahNya. Dan kita, masih saja bertingkah!. Dan kita masih berani mEmilih pilihan yang bukan pilihanNya?
Figur muda itu, tertunduk dalam isak yang panjang.
Figur    : Engkau benar.
Cermin : Jangan bersedih. Luruskan niatmu karenaNya. Kita berhak memilih, jalan kebaikan atau kemungkaran. Kita berhak memilih dan pilihlah, menurut pilihanNya.

Sebuah kalimat berjalan melintasi kepalaku : pantaskan dirimu untukNya. Kita tak punya pilihan, kita bukan pilihan dan kita tak bisa sembarangan memilih.

0 komentar

Posting Komentar