Bismillah..
MInggu lalu, aku meminta iqob kepada saudara satu lingkaran, karena telah gagal melaksanakan tugas dalam lingkaran ukhuwah kami. Dan ini adalah iqob yang beliau berikan : menghapal surah al anfal 1-4.
Dan setelah berhasil menghapalnya, alhamdulillah ayat ini sungguh luar biasa.. ^_^
Mari, kita tadabburi bersama :
MInggu lalu, aku meminta iqob kepada saudara satu lingkaran, karena telah gagal melaksanakan tugas dalam lingkaran ukhuwah kami. Dan ini adalah iqob yang beliau berikan : menghapal surah al anfal 1-4.
Dan setelah berhasil menghapalnya, alhamdulillah ayat ini sungguh luar biasa.. ^_^
Mari, kita tadabburi bersama :
1) Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) hasil rampasan perang. Katakanlah: "Hasil rampasan perang adalah kepunyaan Allah dan Rasul, oleh sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu; dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman." 2) Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. 3) (Yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rizki yang kami berikan kepada mereka. 4) Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rizki (nikmat) yang mulia. (QS Al-Anfal [8]: 1-4)
Surah
Al-Anfal adalah surah kedelapan dalam urutan surah-surah Al-Qur’an
sesuai dengan susunan Mushaf. Adapun berdasarkan urutan turunnya wahyu,
surah ini – menurut sebuah pendapat – menempati urutan ke-88 sesudah
surah Al-Baqarah. Ayat-ayatnya berjumlah tujuh puluh lima (75) ayat. Dan
ia merupakan salah satu surah madaniyah, yakni yang turun di Madinah
atau pada periode setelah hijrah ke Madinah. Sedangkan surah-surah atau
ayat-ayat yang turun di Mekkah atau pada periode Mekkah sebelum hijrah
disebut makkiyah.
Surah
ini tepatnya turun dalam Perang Badar di bulan Ramadhan pada tahun
kedua Hijriyah, yakni sembilan belas bulan setelah peristiwa hijrah
Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam dari Mekkah ke Madinah. Dan
meskipun ada pendapat berdasarkan riwayat dari Ibnu Abbas bahwa sebanyak
tujuh ayat dari surah ini (ayat 30 – 36) adalah makkiyah, namun
pendapat yang lebih rajih (lebih kuat) mengatakan bahwa seluruh ayat
dalam surah ini adalah madaniyah.
Tema
utama surah ini bisa disimpulkan dari dua kata kunci yaitu iman dan
jihad. Antara keduanya memang ada keterkaitan yang sangat erat. Iman
merupakan syarat utama jihad yang sah dan benar. Disamping itu iman juga
merupakan motivator utama dalam berjihad. Sehingga, tanpa adanya iman
yang kokoh dan kuat tidak bisa dibayangkan bahwa seseorang akan siap
maju ke medan jihad yang menuntut berbagai bentuk pengorbanan. Sementara
itu, jihad adalah jalan dan cara terbaik yang dilakukan oleh seorang
mukmin untuk menggapai kesempurnaan iman. Di saat yang sama, jihad juga
merupakan salah satu sarana terpenting dalam Islam untuk membuktikan dan
menunjukkan tingkat kejujuran serta kemurnian iman seseorang.
Sebab-sebab Turunnya Ayat (Asbabun Nuzul)
Imam
Ahmad meriwayatkan dalam kitabnya Al-Musnad dari sahabat ’Ubadah bin
Ash-Shamit yang mengatakan,”Tentang kamilah (peserta Perang Badar) surah
Al-Anfal ini turun. Yakni pada saat kami sedang berselisih seputar
hasil rampasan perang, yang menjadikan akhlak kami sempat ”memburuk”.
Maka Allah-pun mengambilnya dari tangan kami, dan menyerahkannya kepada
Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam. Maka beliau – shallallahu
’alaihi wasallam – pun membagikannya kepada kaum muslimin secara
merata.”
Riwayat
lain yang juga ada dalam Musnad Imam Ahmad menceritakan ungkapan
’Ubadah bin Ash-Shamit tersebut secara lebih rinci, bahwa setelah Allah
memberikan kemenangan kepada kaum muslimin atas kaum kafir pada Perang
Badar, sebagian sahabat melakukan pengejaran terhadap musuh-musuh Allah
yang lari dari medan pertempuran. Sebagian yang lain bertugas
mengumpulkan hasil rampasan perang. Sedangkan kelompok ketiga bertugas
menjaga benteng pertahanan terakhir dimana Rasulullah shallallahu
’alaihi wasallam berada untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan
ancaman terhadap diri beliau. Setelah semua berkumpul pada malam
harinya, terjadilah perselisihan antara ketiga kelompok sahabat
tersebut. Karena masing-masing kelompok mengatakan bahwa merekalah yang
lebih berhak atas hasil rampasan perang daripada yang lain, maka
turunlah firman Allah: ’Mereka bertanya kepadamu tentang hasil rampasan
perang. Katakanlah: Hasil rampasan perang adalah untuk Allah dan
Rasul-Nya. Maka bertaqwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan
diantara sesama kalian... dan seterusnya’ (permulaan QS Al-Anfal). Lalu
Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam pun membaginya diantara kaum
muslimin.
Sebenarnya
masih ada beberapa riwayat yang lain tentang asbabun nuzul permulaan
surah Al-Anfal ini, namun saya merasa tidak perlu menyebutkan semuanya
disini. Yang telah disebutkan diatas insyaallah sudah cukup memberikan
gambaran untuk membantu pemahaman kita.
Tafsir Global
Empat
ayat pertama ini merupakan muqaddimah (pendahuluan) surah Al-Anfal.
Surah Al-Anfal dimulai dengan penjelasan tentang hukum hasil rampasan
perang (al-anfal, ghanimah) yang merupakan salah satu dampak peperangan.
Hukum pembagiannya dikembalikan kepada Allah dan Rasul shallallahu
’alaihi wasallam, yang kemudian dijelaskan secara rinci pada ayat 41.
Yang demikian ini karena Allah-lah pemilik segala sesuatu, dan
Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam adalah khalifah-Nya.
Selanjutnya
Allah Ta’ala memerintahkan orang-orang beriman dengan tiga hal, yaitu
taqwa, memperbaiki hubungan antar sesama mukmin dan taat kepada Allah
serta Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam. Ketiga hal tersebut
merupakan perkara-perkara yang sangat penting dalam jihad. Jihad yang
tidak dilandaskan pada ketaqwaan bukanlah jihad yang benar dalam
kacamata Islam. Selanjutnya, jihad sangat membutuhkan kesatuan dan
kesolidan shaf. Oleh karena itu wajib dilakukan upaya perbaikan hubungan
antar sesama mujahidin, khususnya jika terjadi perselisihan. Mengapa?
Karena perselisihan selalu merupakan faktor penyebab terjadinya
kelemahan dan kegagalan (QS Al-Anfal: 46). Selain ketaqwaan dan kesatuan
shaf, kedisiplinan (indhibath) merupakan syarat yang sangat asasi dalam
jihad, karena jihad tidak mungkin bisa ditegakkan tanpa adanya unsur
kedisiplinan diantara para mujahidin. Dan asas kedisiplinan dalam Islam
adalah ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, yang sekeligus merupakan
tanda dan parameter keimanan.
Berikutnya
dalam ayat 2 sampai 4, Allah Ta’ala menyebutkan sifat-sifat mukminin
sejati. Ini sangat relevan dan penting dalam konteks jihad islami.
Karena hanya dengan iman yang sejati dan hakikilah jihad islami bisa
tegak. Yang disebut dengan iman yang hakiki adalah perpaduan antara iman
akal pikiran yang bersifat teoretis dan iman hati yang bersifat praktis
implementatif (Lihat QS Al-Hujurat: 14-15).
Diriwayatkan
bahwa seseorang bertanya kepada Imam Hasan Al-Bashri. ”Ya Aba Sa’id
(julukan Imam Hasan Al-Bashri), apakah Anda seorang mukmin?” Beliaupun
menjawab,”Iman itu ada dua macam. Jika yang kamu tanyakan adalah iman
(secara teoretis) kepada Allah, pada malaikat-malaikat-Nya, pada
kitab-kitab-Nya, pada rasul-rasul-Nya, pada Surga, pada Neraka, pada
Hari Berbangkit dan pada Hari Penghisaban, maka saya adalah orang yang
beriman. Namun jika yang kamu tanyakan adalah tentang firman Allah:
’Orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang apabila disebut Nama
Allah bergetarlah hatinya’... dan seterusnya sampai ’Mereka itulah
sebenar-benarnya orang-orang yang beriman’ (QS Al-Anfal: 2-4), maka demi
Allah saya tidak tahu apakah saya benar-benar termasuk dalam kategori
mereka atau tidak.”
Pada
ayat 2 sampai 4, Allah menyebutkan beberapa sifat orang yang beriman
dengan sebenar-benarnya. Pertama, mereka adalah orang-orang yang jika
disebut Nama Allah, mereka gemetar dan takut. Kedua, jika dibacakan
ayat-ayat Al-Qur’an, iman mereka menjadi bertambah. Ketiga, mereka
bertawakkal hanya kepada Allah semata. Keempat, mereka menegakkan shalat
dengan menyempurnakan seluruh syarat, rukun, wajib dan sunnahnya. Dan
kelima, mereka adalah orang-orang yang gemar berinfak dari rizki yang
diberikan kepada mereka, dan ini mencakup pembayaran zakat serta
pemenuhan hak-hak sesama, baik yang wajib maupun yang sunnah.
Itulah
lima sifat mukmin sejati, yang meliputi tiga sifat batiniyah (sifat
pertama, kedua dan ketiga) dan dua sifat lahiriyah (sifat keempat dan
kelima). Tentu saja sifat-sifat mukmin sejati tidak hanya lima ini.
Allah juga menyebutkan sifat-sifat lain seorang mukmin dalam banyak
ayat-ayat Al-Qur’an yang lain. Bisa dilihat misalnya QS Al-Mu’minun:
1-11, QS Al-Furqan: 63-67, dan sebagainya.
Sumber : http://konsultasisyariah.net/content/view/94/
Sumber : http://konsultasisyariah.net/content/view/94/
0 komentar
Posting Komentar