Pages

priBotTab2

Minggu, 18 Juli 2010

Pra Klimaks - Jingga dan Bunga

......................
Jingga menghela nafas panjang, terpaku..
Berat rasanya memberikan jawaban ini. Jawaban yang mungkin bisa menyakiti pria yang kini berdiri di hadapannya, dan bahkan jauh di lubuk hatinya Jingga sangat terluka mengatakan ini. Farhat berdiri tegak, menunggu. Tanpa ia sadari, di sebelahnya, jantung Dhani berdegub tak kalah kencangnya.

"...Maaf.. tapi..saya.. belum siap menukar setengah agama saya dengan rusaknya ukhuwah saya dengan Bunga.." . Sekuat mungkin Jingga menahan getaran dalam nada suaranya.

"Saya akan menikah, segera! Jika tidak dengan antum, mungkin dengan orang lain. Antum boleh memilih Bunga, atau akhwat lain. Tapi tolong jangan pilih saya", tandasnya.

Hening.
Farhat tersenyum tipis. Semakin kusadari bahwa selama ini aku telah memilih wanita yang tepat, batinnya.

Dhani membuang nafas, lega. Tentu dengan gerakan yang sangat hati-hati. Diliriknya Farhat, heran, bagaimana mungkin di saat genting seperti ini Farhat masih bisa tersenyum. Dhani meraba, menerka apa yang akan terjadi selanjutnya. Dalam diam, pandangannya beralih pada Jingga. Ya, Jingga, wanita itu. Masih kah ada kesempatan?
Jingga menunduk, di mata Dhani tembok besar perlindungan Jingga semakin tebal. Entahlah. Dhani menunduk, bertanya pada ubin-ubin di lantai.

"Jingga, pilihan ana tetap bulat" Farhat angkat bicara, memecah keheningan.
Jingga mendongak kaget, lekat menatap Farhat, sepersekian detik. Ada gusar di matanya. Ya, Dhani bisa membacanya. Mata akhwat itu seakan bertanya, Apa maksudnya?.

"Jingga, bisa bantu ana sebentar?" Jingga menoleh ke arah sumber suara. Ternyata ada dr. Tanti disana. Maaf, aku tak tau harus bagaimana lagi. Menghindar! Opsi itu lagi yang Jingga ambil. Toh, aku sudah mengatakan maksudku.

Tanpa ragu, Jingga segera pergi meninggalkan Dhani dan Farhat.
Meninggalkan senyum di wajah Farhat dan beban berat di hati Dhani. Kedua pria itu mengawasi kepergian Jingga hingga sosoknya hilang di ujung gang.

Sepeninggalan Jingga, Farhat menepuk bahu Dhani. "Ternyata, aku telah mencintai wanita yang tepat". Dhani tersenyum getir, Ya, wanita yang tepat. Hati kecilnya pun sangat ingin berkata seperti itu. "Antum ditolak akh, kenapa masih bisa tersenyum?" selidik Dhani.

Farhat kembali tersenyum, dan dia memang selalu terlihat lebih tampan ketika tersenyum.
"Pena telah terangkat, akh...dan tinta telah mengering", jawab Farhat.

Duhai, cinta begitu lihainya engkau memainkan hati manusia.

.................
(bersambung)

3 komentar

Ika Agustina Minggu, 18 Juli 2010 pukul 18.00.00 PDT
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Piet Senin, 19 Juli 2010 pukul 07.17.00 PDT

Jadi penasaran.xixixi..
Di tnggu kelanjutanx :D

Ika Agustina Kamis, 12 Agustus 2010 pukul 00.00.00 PDT

wah ada yang komen....jadi malu.....

Posting Komentar