Pages

priBotTab2

Rabu, 07 Juli 2010

Menepis Mitos Anak Tunggal

Menepis Mitos Si Anak Tunggal
JAKARTA-- Berbagai alasan yang dapat menyebabkan sebuah keluarga hanya memiliki seorang anak. Mulai dari tingginya angka perceraian, ketidaksuburan, terlambatnya usia wanita berkeluarga dan meningkatnya angka wanita bekerja seringkali mempengaruhi sebuah keluarga hanya memiliki satu orang anak.
Banyak mitos didalam masyarakat yang sering memojokkan anak tunggal sebagai pribadi yang menyulitkan. Padahal belum tentu mitos tersebut benar.
Psikolog Sosial Susan Newman, Ph.D. yang mengajar di Rutgers University in New Jersey sekaligus penulis dari dua belas buku termasuk buku laris Parenting an Only Child: The Joys and Challenges of Raising Your One and Only, berusaha mengungkapkan beberapa mitos mengenai anak tunggal yang tidak selalu benar.

Susan memaparkan, beberapa mitos dalam masyarakat yang mengatakan bahwa anak tunggal akan menjadi anak yang manja, kesepian atau egois, tidak memiliki dasar ilmiah.

“Hal yang menentukan lebih kepada pola pengasuhan orangtua dibandingkan jumlah saudara yang dimiliki, yang akan mempengaruhi bagaimana kepribadian anak tunggal atau anak manapun,” tegas Susan.

saat seseorang mengatakan orangtua harus memiliki anak lebih dari satu, tambah Susan, maka mereka harus mengetahui fakta yang sebenarnya mengenai anak tunggal dan mitos yang seringkali tidak dapat dibuktikan kebenarannya di lingkungan mereka.
Beberapa fakta itu dibuktikan berdasarkan penelitian terbaru dalam beberapa tahun terakhir ini, yaitu:

Mitos 1: Anak tunggal adalah anak yang agresif dan suka memerintah.

Fakta: anak tunggal bisa belajar cepat karena bernafsu untuk menjadi tokoh utama, sebagai kebiasaan yang mungkin terbawa dari rumah. Agak sulit bekerjasama dengan teman, suka memerintah, sikap yang agresif merupakan salah satu sikap yang sulit diterima dalam kelompok.

Mitos 2: Anak tunggal lebih cenderung senang main sendiri, kurang tertarik terhadap hal yang kompetitif karena mereka terbiasa sendirian sepanjang waktu.

Fakta: Kesimpulan itu lebih banyak berhubungan dengan kelas sosial dibandingkan jumlah keluarga. Ketertarikan terhadap hal itu biasanya terpicu dari nilai-nilai yang dikembangkan orangtua dan lingkungan rumah menengah ke atas, yang memang lebih banyak memiliki anak tunggal.

Mitos 3: Semua anak tunggal mempunyai teman khayalan sebagai kompensasi dari kesepian mereka.

Fakta: Tidak ada bukti ilmiah terhadap hal tersebut. Profesor psikologi dan kajian anak di Yale University Jerome Singer, Ph.D mengonfirmasi imajinasi dibutuhkan untuk memiliki teman khayalan. Hal tersebut bukan hanya dimiliki anak tunggal, anak yang terisolasi, anak yang sakit atau cacat. Teman khayalan, tegas Jerome, merupakan salah satu solusi terhadap kebutuhan untuk bertemu termasuk menghilangkan kesepian, memerangi ketakutan atau kompensasi terhadap perasaan lemah dalam hubungan dengan orang yang lebih dewasa atau anak yang lebih tua. ” Semua anak bisa merasakan hal tersebut,” ujar Jerome.

Mitos 4: Anak tunggal adalah anak yang manja.

Fakta: Menjadi seorang yang manja adalah refleksi dari kehidupan masyarakat. Setelah 20 tahun diberlakukan kebijakan satu orang anak dalam setiap keluarga di Cina, para orangtua menemukan anak tunggal tidak selalu manja dan tidak ada perbedaan pada hubungan anak tunggal dengan teman-temannya dibanding dengan dengan anak yang memiliki saudara kandung.

Mitos 5: Anak tunggal adalah anak yang egois.

Fakta: Setiap anak pada satu masa percaya dunia berpusat pada dirinya. Profesor kedokteran anak dan psikiatri di Robert Wood Johnson Medical School New Jersey, Michael Lewis mengatakan egois artinya ialah ketika seseorang memikirkan dirinya sebagai oposisi dari orang lain. Anak-anak yang tidak dapat melihat dari sudut pandang orang lain terlihat egois.

Mitos 6: anak tunggal selalu menginginkan semua harusberjalan sesuai dengan cara mereka.

Fakta: Anak-anak yang memiliki saudara kandung seringkali harus berurusan dengan ”siapa yang jadi bos”. Misalnya, saat dihadapkan dengan saat berbagi mainan, menonton televisi dan perhatian orangtua. Guru taman kanak-kanak, Deejay Schwartz, mengobservasi anak tunggal merasa kesulitan dan harus berjuang menjadi seseorang yang berada di garis depan atau berteriak paling keras jika ingin didengar. Sementara, anak-anak yang memiliki saudara kandung selalu di dengar, sehingga hal itu berfungsi membuat mereka lebih tenang.

Mitos 7: Anak tunggal selalu cenderung tidak mandiri.

Fakta: Anak tunggal yang biasanya mendapatkan tuntunan dari orangtua dan tidak adanya saudara kandung untuk bergantung, justru lebih mengandalkan dirinya sendiri serta mandiri dibandingakan anak-anak yang memiliki kakak dan adik yang bisa membantu mereka.

Mitos 8: Anak tunggal menjadi lebih matang lebih cepat.

Fakta: Anak yang memiliki saudara kandung berhubungan dan berbicara lebih banyak dibandingkan dengan orangtuanya. Tokoh panutan anak tunggal adalah orangtua mereka. Hasilnya anak tunggal meniru perilaku orangtuanya lebih banyak seperti cara bicara seperti orangtua dan membangun kemampuan untuk mengungkapkan alasan lebih cepat sebagai alat pelengkap mereka untuk menghadapi saat sedih dan bahagia ketika mereka tumbuh dewasa. (berbagai sumber/ri)
http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/parenting/09/01/14/26010-menepis-mitos-si-anak-tunggal

0 komentar

Posting Komentar